MEMAHAMI HUKUM WARIS ADAT BALI

Dialog Hukum di Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka

ide

8/3/20233 min read

Persoalan hukum tak pernah ada habisnya. Setiap hari kita temui permasalah yang menyangkut tentang hukum dan adat istiadat yang ada. Berbagai persoalan bermuncul tanpa dapat dibendung. Pemahaman tentang hukum yang masih kurang membuat permasalah makin rumit. Setidaknya demikian bagi mereka yang awam akan hukum yang berlaku.

Menyikapi persoalan di masyarakat terutama yang diduga sudah keluarga jalur hukum yang berlaku, beberapa tokoh hukum di Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka memberikan pemahaman tentang Hukum Waris Adat Bali, pada hari Minggu, 16 Juli 2023. Pertemuan berlangsung di Perpustakaan Widya Wahana menghadirkan nara sumber Bapak Pieter I Made Puryatma, SH., M.Kn., seorang praktisi hukum khususnya dalam kenotariatan. Beliau juga merupakan dosen di FH Universitas Udayana. “Ada tiga hukum waris di Indonesia yaitu Hukum Waris Adat, Hukum Waris KUH Perdata, dan Hukum Waris Islam. Hukum Waris Adat merupakan hukum waris yang berlaku di daerah-daerah yang masih mempertahankan adat istiadat yang ada seperti Bali, Jawa, Minangkabau, Sasak, dan lain-lain”, demikian papar Pak Piet.

Sistem kekerabatan patrilineal, Dalam sistem kekerabatan ini menarik keturunan hanya dari satu pihak yaitu sang ayah saja. Anak akan terhubung dengan kerabat ayah berdasarkan garis keturunan laki-laki secara unilateral. Penganut sistem ini di antaranya masyarakat Batak, Bali, Ambon, Asmat, dan Dani. Konsekuensi sistem kekerabatan patrilineal adalah keturunan dari pihak bapak (lelaki) memiliki kedudukan lebih tinggi. Hak-hak yang diterima juga lebih banyak. anak menghubungkan diri dengan ayahnya ( berdasarkan garis keturunan laki-laki). Dalam masyarakat patrilineal keturunan dari pihak laki-laki dinilai mempunyai kedudukan lebih tinggi dan hak-haknya juga lebih banyak. Sistem kekerabatan ini berlaku pada masyarakat Batak dan Bali. (sumber : https://bakai.uma.ac.id/2022/02/22/mengenal-sistem-kekerabatan-adat-bilateral-matrilineal-dan-patrilineal/ )

Tokoh Bapak Edi Winarta memberikan penjelasan tentang status warisan tanah
Tokoh Bapak Edi Winarta memberikan penjelasan tentang status warisan tanah
Nara sumber : Pieter I Made Puryatma, SH,. M.Kn.
Nara sumber : Pieter I Made Puryatma, SH,. M.Kn.

GEREJA KATOLIK TRI TUNGGAL

Save BIG on our church!

Dalam masyarakat Bali dikenal dengan istilah ’purusa’ dan ‘pradana’. Karena masyarakat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal, maka laki-laki disebut ‘purusa’ sedangkan perempuan sebagai ‘pradana’. Purusa mempunyai hak waris, sedang pradana tidak. Anak laki-laki mempunyai hak waris dari ayahnya sedangkan anak perempuan tidak. Apalagi anak perempuan yang kawin keluar sudah tidak ada hak sama sekali. Bagi anak perempuan yang tidak kawin keluar/tidak menikah haknya hanya menikmati saja, bukan sebagai pewaris.

Di samping mempunyai hak, laki-laki yang menjadi pewaris mempunyai tiga kewajiban nyadnya di antaranya ‘manusa yadnya, pitra yadnya, dan dewa yadnya’. Perempuan yang telah menikah keluar atau yang tidak menikah tidak mempunyai kewajiban seperti tersebut di atas. Oleh karena itu warisan yang ditinggalkan oleh leluhur tidak dapat dijual atau dipindah-tangankan kepada orang lain. Sedangkan jika warisan itu berupa ‘gunakaya’ dapat diberikan kepada pihak pewaris dan dapat dijual atau dihibahkan.

Paskalis I Nyoman Widastra bersama ketua DPP Paroki Tuka dan Narasumber
Paskalis I Nyoman Widastra bersama ketua DPP Paroki Tuka dan Narasumber
Dialog hukum adat bali PAROKI TUKA
Dialog hukum adat bali PAROKI TUKA

Sesi tanya jawab juga diadakan dalam pertemuan ini. Beberapa peserta menanyakan tentang status tanah paroki, masalah tanah makan yang ada di Perenenan. Namun dalam diskusi kali ini belum ditemukan titik temu. Beberapa tokoh seperti Bapak Wayan Haryono, Bapak Nyoman Edi Winarta tetap akan berjuang untuk memperjelas status tanah yang dimiliki paroki. Semoga segera dapat dituntaskan tanpa menimbulkan konflik dari kedua belah pihak.

Narasumber bersama tokoh warga Paroki Tri Tunggal Maha Kudus Tuka
Narasumber bersama tokoh warga Paroki Tri Tunggal Maha Kudus Tuka