Mencintai Ekaristi dan Merajut Kasih Persaudaraan dalam Hidup

Misa Kamis Putih di Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka

ide

3/29/20243 min read

Peringatan Yesus mengadakan perjamuan terakhir dengan para murid-Nya pada hari Kamis Putih dalam tradisi gereja Katolik juga diperingati di Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka. Misa diadakan dua kali yaitu pada pukul 17.00 dan 21.00 WITA.

Tampak beberapa umat telah hadir di gereja jauh sebelum misa dimulai. Ini menjadi tradisi tahunan untuk datang ke gereja lebih awal daripada hari-hari Minggu pada masa biasa. Umat Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka yang heterogen bertambah kompleks lagi jika pada hari raya seperti Natal dan Paskah. Entah umat datang dari mana. Biasanya gereja penuh dan panitia Paskah harus mengadakan penambahan tempat untuk mengikuti misa dengan mengadakan tenda dan kursi.

‘Mencintai Ekaristi dan Merajut Kasih Persaudaraan dalam Hidup’, demikian tema homili Romo Gabriel Madja yang memimpin Misa I Kamis Putih di Gereja Tritunggal Mahakudus Tuka. Beliau menegaskan kembali bahwa sebagai murid Tuhan kita harus tetap teguh dalam iman.

“Sebagai murid Tuhan kita harus teguh dalam iman dengan setia merayakan ekariti sebagai sumber dan puncak kehidupan kita. Perayaan Ekaristi tidak hanya merupakan ungkapan iman tetapi teladan Yesus mengasihi sesama, hidup bersaudara dengan siapa saja tanpa ada batas dan kelas. Hukum kasih mengajarkan kita untuk mengasihi secara total yang menjadi dasar hukum kehidupan yang kita jalani di tengah dunia. Dalam bacaan malam ini, ‘kamu harus saling menghasih’. Yesus harus menjadi teladan kasih dalam kehidupan kita, maka wajib kita mengasihi karena Tuhan lebih dahulu mengasihi kita,” demikian inti homili Romo Gaby, panggilan akrab Romo Rekan ini.

Dalam homilinya Romo Paskalis yang memimpin misa kedua dalam homilinya memaparkan pula bahwa Yesus tidak hanya berkata-kata saja tetapi mewujudkan dalam tindakan.

“Ada dua hal pokok dalam perayaan kita kali ini yaitu tentang Ekaristi dan tentang pembasuhan kaki. Ekaristi bukanlah suatu yang baru, tetapi telah disiapkan Allah jauh sebelum Yesus. Ekaristi kita terima sebagai warisan karunia kasih dan kebaikan Tuhan. Bagaimana Allah memberikan dirinya dalam roti/manna yang hadir dalam diri Yesus tidak hanya dalam firman tetapi lewat tubuh dan darah. Ekaristi sudah seharusnya menjadi jantung kehidupan kita. Jadi tanpa ekaristi kita lemah. Kita sering tidak menghargai/menghayati ekaristi karena ketergesa-gesaan sehingga menjadi formalistik belakang. Kita tidak suka berlama-lama di gereja. Ekaristi merupakan tanda pemberian, tanda pengorbanan, dan tanda berbagi untuk sesama,” demikian penegasan Romo Nyoman.

Hal yang terpenting lagi menurut Romo Nyoman adalah pembasuhan kaki. “Soal pembasuhan kaki. Ini menjadi hal yang sangat penting, bukan pembasuhan biasa. Tetapi dilakukan oleh Tuhan. “Jangan sekali-sekali kamu memegang kaki saya, karena saya orang berdoa,” kata Petrus. Kapankah Tuhan membasuh kaki saya? Ketika kita menerima pembaptisan, terlebih lagi kita baptis dewasa, pada waktu kita menerima Krisma, pada waktu kita menerima sakramen tobat? Apakah ini kita hayati secara betul atau tidak? Apakah kita dibasuh pada saat menerima Sakramen Perkawinan? Kapan Tuhan membasuh kaki saya, itulah yang kita cari. Tuhan telah membersihkan kehidupan kita maka kita wajib untuk saling membasuh satu sama lain. Ketika kita menyediakan diri untuk tugas pelayanan. Pada waktu kita menjadi misdinar, prodiakon. Ketika kita siap untuk memberikan pengampunan kepada sesama kita, saat itulah kita dibasuh oleh Tuhan. Kita saling membasuh mana kala kita tidak saling mengumbar kelemahan atau kekurangan sesama kita. Hendaknya Kamis putih menjadi dorongan dan semangat bagi kita untuk mencintai Ekaristi. Mari menghayati ekaristi dalam kehidupan kita terutama dalam tugas pelayanan kita. Ekaristilah yang mendorong kita untuk melakukan tugas pelayanan.,” demikian ungkap Romo Nyoman.

Misa kedua cukup banyak juga umat yang hadir. Bangku gereja dan kursi yang disediakan di bawah tenda tampak dipenuhi umat. Semuanya mendapat tempat duduk, sehingga tidak ada umat yang berdiri karena tidak kebagian kursi.

Petugas liturgi Misa I Lingkungan Benediktus membawakan lagu dengan penuh penghayatan sehingga misa sungguh berjalan dengan khidmat. Demikian juga pada Misa II, Lingkungan Yohanes membawakan lagu-lagu yang mengingatkan kita tentang pelayanan yang dilakukan oleh Yesus kepada para muridnya, khususnya pada saat pembasuhan kaki para rasul yang diwakili oleh para bapak dari lingkungan yang telah ditugaskan. (Foto-foto kontribusi Pak Wibowo)

GEREJA KATOLIK TRI TUNGGAL

Save SMALL on our BIG church!